Kamis, 03 Januari 2013

JLEB!!! Nggak semuanya bisa dilihat pakai mata

Sore tadi sekitar pukul 3 kantor saya, tepatnya ruangan saya didatangi oleh seorang perempuan berbaju biru yang tampak biasa saja, ya biasa seperti ibu-ibu tua lainnya. Peremouan berkerudung biru itu terlihat dituntun oleh seorang lelaki muda, ya dia buta secara fisik atau kita sering menyebutnya dengan tuna netra.
Memang unit kerja saya menangani pelayanan publik, tapi sekoat terlintas pertanyaan "Mau apa ibu-ibu itu datang ke kantor macam kantor saya ya kali ini bukan Kemenkes atau Kemensos kali?" Sambil menyintip dari balik layar komputer (maklum lagi banyak kerjaan ajaib). Sisi lain saya mencoba berpikir positif "oh paling dia orang tuanya siapa gitu" Jujur saat itu saya agak underestimate pada dirinya (maaf bu, berjuta-juta maaf).

Foto Ibu Murtini, diambil dari Radar Sampit
Seorang partner yang memang bertugas menangani pelayanan publik lantas menerima perempuan itu dan mengantarnya menemui seorang pejabat di bagian kami. Bukan, perempuan itu bukan mau mencari dana apalagi mencari anaknya yang hilang, dia hanya meminta tanda tangan dan bukti bahwa dia telah berkunjung ke instansi ini dibukunya yang tebalndan sudah terlihat kusam itu. Hmmm... siapa dia? Apa mau nya? Partner saya pun menunjukan foto "tanda bukti" yang ditulisnya dan akan ditandatangani pejabat yang menyatakan bahwa perempuan tersebut telah sampai di kantor ini. Saat menyebut nama perempuan itu partner saya seperti menyangsikan apa yang dilakukan oleh perempuan yang mengaku sebagai dosen di Universitas Negeri Riau itu.

Nama perempuan itu Murtini atau lebih lengkapnya Dr. Hj Murtini, SH, MM. Ya dia seorang Doktor! Dia juga seorang dosen dan dia telah berkeliling Indonesia sejak tahun 2007 (setidaknya itu yang saya baca dari berita di media online).

JLEB!!!!

Nggak tau ada angin apa ada geledek apa tiba-tiba saya ngerasa "jleb" macam ditusuk, atau lebih tepatnya sih macam digampar setelah saya mendapat informasi tentang dirinyanya hasil nanya mbah google.
Ini bukan cuma karena dia memang keliling Indonesia untuk mengetahui pelayanan publik terlebih lagi bagi orang-orang berkebutuhan khusus tapi entah bagaimana saya ingin sekali berbincang dengannya.

Dia memang bukan buta sejak kecil, dia tadinya hisa melihat seperti kita namun kecelakaan merenggut matanya. Dia saat ini memang tidak hisa melihat bagaimana kami melayaninya atas nama instansi namun dia bisa merasakannya. Mata kadang tidak selalu akurat dalam melihat sesuatu, seperti saya yang sempat underestimate padanya karena penampilan fisiknya. Tapi dia bisa merasakan bagaimana kita memandangnya tanpa harus bertemu mata.

--cerita ini saya tulis untuk Hari 2 #30haribercerita--