Selasa, 16 Oktober 2012

Ngedate di Museum

Beberapa saat yang lalu seorang kawan"mencolek" saya tentang program Dating On Museum. Sebenarnya program ini bukan memfasilitasi kita untung ngedate di Museum tapi malah mengajak kita untuk menceritakan kesan atau gimana serunya saat kita ngedate di museum. Kata ngedate ini nggak cuma berlaku untuk pacar atau pasangan aja tapi juga bisa adik, kakak atau malah sahabat.

Caranya?

yang harus ada adalah foto kamu ngedate sama pasangan mu (bisa pacar, suami, istri, keluarga, sahabat, teman bahkan kecengan lho) dan didalam foto itu CUMA ada DUA orang aja.. nah namanya juga ngedate. kalau nggak ada foto berdua lantaran susah motonya yah foto satu-satu juga nggak apa tapi dua-duanya yah (nah lho bingung kan?)

Jangan lupa sertakan cerita ngedate mu yang super seru dan informasi tentang museum yang kamu kunjungi biar makin banyak orang yang menjadikan museum sebagai tempat buat ngedate sambil nambah pengetahuan (bukan buat mojok lho... hehehe..).

Nah saya juga udah ikutan lhooo.. (duh malu versi narsis nih) yang mau ngintip curhatan saya nge-date di museum monggo ngintip ke --> dating on museum : Our 1st date

Jumat, 05 Oktober 2012

Last Day, Bangun dari Mimpi

Aneh yah judul yang saya buat? Tapi yah ini adalah hari terakhir saya bekerja di kantor tempat saya 'belajar' selama 2 bulan ini. hahahaha.. belajar? iya belajar bukan bekerja. Sebagai seorang lulusan jurusan jurnalistik dunia periklanan adalah hal baru bagi saya apalagi selama ini saya selalu beredar di dunia media.

Seperti mendapatkan hadiah dari Tuhan saat salah satu petinggi disini menelepon saya untuk melakukan interview (maaf kalau ada beberapa kawan yang menganggap ini terlalu lebay) karena entah mengapa dari awal saya masuk kuliah di Fikom Unpad sebenarnya saya ingin masuk jurusan periklanan dan bekerja di industri iklan yang notabene industri kreatif. Undangan interview pun saya terima dengan jadwal hari lusa setelah saya menerima telepon itu.

Pukul sembilan pagi (kurang sedikit) saya sudah tiba di Taman Meruya PLaza II no 11A, tempat yang absurd bagi saya dan memang ternyata sulit menjangkaunya karena kantor ini 'hanya' berwujud ruko diantara bengkel-bengkel yang ada. Sempat panik karena saya terlambat beberapa menit dari jadwal yang telah ditentukan namun untungnya kantor masih sepi dan saya hanya diterima oleh seorang yang sebut saja Staff General Affair. Tak lama saya menunggu diruang meeting akhirnya Media Manager pun turun, tampangnya agak jutek (maaf yah mas) dan terlihat nggak asik. Sesi wawancara pun dimulai pertanyaan basa-basi sempat terlontar hingga justru sesi wawancara ini menjelema menjadi kelas periklanan dadakan yang dibumbui dengan sedikit debat karena dia sedikit under estimate pada saya. Hingga mencapai pertanyaan :
"Sebenernya ngasih ini ke freshgraduate macam lo ini beresiko, oke gini kasih gue alasan kenapa gue harus nge-hire lo"  
"Lah kan lo bilang, lo udah baca tulisan gue dan lo suka tulisan gue? terus apalagi?" 
*hening* (disini saya mulai deg-degan karena terlalu frontal) 
"hahahaha... bisa aja lo.. boleh-boleh"
Ngga lama dari itu dia keluar, masuk lagi dan menanyakan kapan saya bisa mulai beserta berapa banyak nominal yang saya minta. sempat terjadi tarik ulur diantara kami apalagi saat itu saya belum wisuda dan boro-boro punya ijazah, revisi aja belum >_<' astaga..

Thanks God dia dan manajemen mau mengerti urusan wara-wiri wisuda saya dan akhirnya mencari titik tengah bahwa 1 Agustus adalah tanggal pertama saya masuk kerja (Padahal saya minta pada tanggal 1 September). Ya ini adalah pertama kali saya resmi menjadi karyawan sebuah perusahaan setelah sekian lama saya menjadi pekerja lepas.

Sekarang 5 Oktober menjadi hari terakhir saya disini, menutup hari saya menjadi seorang Online Content Officer yang tadinya saya kira kerjaannya 'cuma' isi web dan ngetweet. Ya, Bos saya pernah bilang kalau perusahaan ini menyerupai kampus atau sekolah karena disini kita semua belajar (apalagi saya) mengenai dunia periklanan. Disini saya belajar bagaimana membuat rencana padahal saya orang yang tanpa rencana hahaha..

"Mas kalau gue bikin tulisan panjang cepet yah? kalau bikin plan lama hehee..." 
"Gini cha, kalau lo bikin tulisan panjang lo cuma liat dari bawah. Sekarang ini lo harus liatnya dari atas, helicopter view gitu lah." 
"eh kok... jadi posisi gue apaan yah?" *dalam hati* 
Ada yang unik dengan dunia pertemanan saya, disini saya diterima sebagai awak divisi media tapi karena keterbatasan ruangan maka saya 'dilempar' ke lantai 3 (lantainya divisi  kreatif). Setiap hari selama dua bulan ini saya menjadi penghuni pojokan lantai 3 dan banyak bergaul dengan teman-teman dari divisi kreatif yang semuanya cowok dan justru tidak terlalu akrab dengan teman-teman dari divisi media itu sendiri. Hahhaaa.. kadang hal ini membuat saya merasa kalau saya adalah anak kratif dan bukan anak media (hmm memang sih penyemangat saya pun ada di kreatif *ampun ah*)

Yah, sekarang tinggal beberapa jam lagi saya menjadi 'buruh periklanan' dan yah mari nikmati beberapa jam ini.

Guru itu Pendidik, Bukan (cuma) Pengajar

Pendidik itu nggak cuma mengajari tapi membentuk karakter
-Yhusanti-


*asli bukan gambar saya*5 Oktober, banyak orang yang lebih mengenal hari ini sebagai hari lahirnya Tentara Nasional Indonesia tapi selain itu hari ini juga diperingati sebagai Hari Guru. Lho kok? bukannya Hari Guru tanggal 25 November? Oke, nggak ada yang salah dengan dua tanggal itu. Hari ini bisa dibilang Hari Guru Sedunia dan 25 November adalah Hari Guru Indonesia yang juga bertepatan dengan ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia.

Membicarakan Hari Guru tentunya kita pasti jadi membawa kita pada saat-saat menjadi siswa entah itu SD, SMP ataupun SMA. Hampir setiap orang yang pernah bersekolah memiliki kenangan tersendiri kepada guru, entah itu kenangan baik ataupun kenangan buruk begitupun saya. 

Cerita saya akan dibuka dari masa Sekolah Dasar, saya bersekolah di SD Dua Mei sebuah SD swasta yang bisa dibilang bukan cuma muridnya yang sedikit tapi juga gurunya. Ada seorang guru yang selalu saya ingat pada jenjang ini, dia adalah Pak Yeyen. Bapak yang satu ini bisa dibilang serba bisa, nggak cuma mengajari kami didalam kelas tapi juga olahraga, pencak silat hingga bahasa isyarat. Sebagai guru dia pun sangat terbuka saat ada muridnya yang tiba-tiba 'somplak' ingin berdiskusi tentang hal-hal yang sedang happening (seperti saya yang ujug-ujug ngomongin krismon). 

Dua hal yang selalu saya ingat dari Pak Yeyen, pertama dia mengenalkan saya dan teman-teman dengan bahasa isyarat yang digunakan teman-teman yang tunarungu (hingga sekarang saya masih hafal lho huruf per huruf). Kedua, dia adalah orang pertama yang nyeletuk kalau saya cocok jadi wartawan, bayangkan saat itu saya masih kelas 5 SD dan punya cita-cita sebagai designer tapi hobi ngomongin berita di koran dan TV.

Sebagai guru SD pembelajaran yang diberikannya termasuk beda dari yang biasa, kami sering kali diajak keluar kelas bertemu dengan kakak-kakak (sekolah saya satu yayasan dengan SMP. SMA dan SMK) dan berinteraksi bersama mereka. Kami pun digembleng menerima perbedaan dengan bermain bersama teman-teman yang berkebutuhan khusus (belakangan saya tau dia juga mengajar di SLB, saya jadi membayangkan berapa dulu penghasilan guru karena banyak dari guru saya yang mengajar di dua sekolah sekaligus). Tak lupa rasa cinta tanah air pun disisipkan dalam pencak silat dan seni tari dan itu adalah gagasannya. Sebagai anak SD kami pun dibiasakan mendiskusikan sesuatu, saat itu tahun 1998-2000 saat Indonesia gunjang-ganjing dan kami mendiskusikannya didalam kelas, ajaib kan? Oh iya ada satu lagi ada petuahnya yang selalu saya ingat dalam membuat tulisan untuk pelajaran Bahasa Indonesia.

"Nah kalau membuat karangan jangan cuma kalimat pasif tapi juga kalimat alktif, jadinya kita nggak akan kehabisan ide" ujarnya suatu saat didalam kelas.

Jujur petuahnya itu hingga sekarang selalu saya ingat selain ramalannya saya cocok jadi wartawan hahaha... Saya lupa saat itu saya kelas 5 atau 6, kami ditugaskan untuk membuat karangan sepanjang beberapa halaman. Beberapa teman saya mengeluh dan dia pun memberikan kami tips yang bagi saya itu sangat berguna karena hingga jenjang berikutnya bahkan hingga saat ini saya selalu melaksanakannya.

Masuk ke jenjang SMP baru pada kelas 3 saya menemukan guru yang sreg dihati (macam apa lah 'sreg dihati') dia adalah wali kelas saya namanya Tri Januari dia guru Bahasa Indonesia. orang-orang bilang dia guru yang vulgar dari omongannya, hmmm memang benar sih tapi dibalik itu dia cukup open minded sebagai guru dan (seingat saya) nggak pernah main tangan seperti beberapa guru yang kalau nggak membentak yah tangan atau spidol melayang. 

Didikan beliau yang melekat pada saya adalah kecintaan membaca karya sastra dan kebiasaan melakukan pengarsipan. Pak Tri orangnya lugas dan hobi bergaul dengan anak muridnya makanya dia bisa update gosip-gosip disekitar kami. Didalam kelas dia biasanya memberi tugas yang agak ajaib mulai dari membuat mading, membuat karya tulis ilmiah hingga memberi tugas menulis di media kertas folio juga berpidato dan menilai pidato teman. Ya, lebih banyak praktek yang diberikannya yang akhirnya membuat saya mampu mengasah bakat yang terpendam (tsah bakat cuap-cuap). 

Bila guru lain nggak mau jam pelajarannya terbuang lain lagi dengan Pak Tri, jika dia kebagian jam pertama maka selama 10 menit setelah bel kelas akan diisi dengan kegiatan membaca buku, koran atau apapun yang penting bukan komik. Ya kami dipaksa membaca! Selain itu karena banyak tugas dalam kertas folio dan kertas yang di fotocopy maka kami diharuskan membuat pengarsipan sendiri dalam sebuah map dan kebiasan itu terbawa hingga saya SMA juga sekarang. 

Memasuki jenjang SMA sebenarnya terlalu banyak guru yang masuk dalam memori saya selain memang jenjang ini baru saya akhiri 6 tahun lalu (what?? udah lama juga yah). Saya sebutkan 2 guru yang satu guru PPL (mahasiswa UNJ yang magang) dan yang 1 Guru disekolah saya. Sebenarnya yang mengena banget itu yang Guru PPL sayangnya saya cuma diajar 1 semester bahkan hanya setengah semester dan saya lupa namanya hehee.. yang pasti (lagi-lagi) dia mengajar Bahasa Indonesia. Hal yang saya suka dari dia adalah membuat debat dadakan di kelas!! pembelajarannya pun nggak text book namun tetap dalam silabus.

Guru lain yang melekat di memori saya adalah Pak Endro, dia guru Ekonomi-Akuntansi sewaktu saya kelas XI -XII dan dia pula yang mengantarkan saya ke Olimpiade Ekonomi. Mungkin karena dia masih muda jadi dia sangat toleran terhadap kelakuan muridnya yang memang tidak ada sangkut pautnya dengan pelajaran (maksudnya selama nggak ganggu ya udah lah yah). Beberapa anak mungkin sebal padanya karena walaupun sudah mengerjakan pembukuan yang ruwet tapi nggak akan bisa dapat nilai 100, kenapa? Karena menurutnya 100 cuma buat pilihan ganda! Oke masuk akal bagi saya karena toh kalau mengerjakan pembukuan kami masih suka lirik kanan-kiri. Oh iya dia juga menerapkan sistem reward bagi kami yang paling cepat dan lengkap serta benar mengerjakan pembukuan yaitu dengan nilai 98 hahaha.. Karena biasanya setelah itu nilai tertinggi adalah 95. 

Nah pelajaran yang saya ambil dari dia adalah selain logis dan bisa memilah mana yang penting dan kurang penting untuk diusik (disini maksudnya kelakuan anak-anak) dia juga nggak cuma cuap-cuap! tapi dia bikin buku!! itu buat saya adalah suatu pembuktian kalau guru saya memang berkompeten. Hahaha lagi-lagi masalah menulis yah? Tapi memang bagi saya sekompeten apapun kamu kalau cuma sebatas omongan atau cuma ngerangkum yah buat apa? menulis lah dan bagikan itu pada semua.

Wuih panjang yaah? maaf ini saya curhat sambil beromantisme saat saya sekolah. Dari cerita saya diatas kira-kira apa kaitannya dengan judul? Yya, kebiasaan-kebiasaan kecil mereka lah yang akhirnya melekat pada saya. Jujur saya nggak ingat bagaimana ekonomi mikro dan makro atau hitung-hitungan akuntansi dan matematika persamaan tapi banyak hal diluar nilai raport yang saya dapatkan dari mereka dan itulah mengapa saya bilang 'Guru itu Pendidik bukan cuma Pengajar'. Para Guru memiliki tanggung jawab membentuk muridnya yang memang masih dalam masa pertumbuhan dan pembentukan karakter berbeda dengan dosen yang berhadapan dengan para mahasiswa yang sudah lebih stabil. Ya, guru itu mendidik dengan hal-hal yang mereka tanamkan pada saya, pada kamu juga pada semua orang yang pernah menjadi murid.

Mereka nggak cuma mengajar saya, nggak cuma ngasih tau kalau kalimat pasif adalah... atau kalimat aktif adalah tapi juga cara pengaplikasiaanya. Nggak cuma ngasih tau kalau kita harus menerima perbedaan dan bertoleransi atau tenggang rasa tapi juga membawa kita pada keadaan dimana kita haris menurunkan ego untuk teman-teman yang kurang beruntung. Mengajari saya kalau ngomong didepan umum itu bukan suatu yang menyeramkan dan diskusi bukanlah kejahatan. Mengingatkan saya kalau saat kita nggak bisa ngomong maka tuanglah semua isi kepalamu dalam tulisan dan bagaimana cara membuat tulisan mu bermuatan? maka membaca lah.

Iya, buat saya guru merupakan sosok yang membentuk diri muridnya selain orang tua mereka. Dimanakah anak-anak menghabiskan waktu selain dirumah? Pastinya di sekolah dan bagi saya hanya orang-orang hebat lah yang bisa bertahan menjadi guru dan hanya guru-guru yang hebat lah yang dapat mendidik muridnya hingga mampu menyerap hal baik diluar angka dan ilmu pasti.

Jujur sudah lama saya nggak membuat tulisan sepanjang ini dan tulisan ini terinspirasi dari teman-teman saya yang mengabdikan diri menjadi guru. Semoga kalian bisa mengispirasi anak didik seperti yang terjadi pada saya. 


*tulisan ini juga saya ikutkan dalam Blog Competition yang diselenggarakan oleh Gerakan Indonesia Berkibar